4 Agustus 2010

Tsunami Matahari Siklus 11 Tahunan

PARA ilmuwan NASA (Badan Angkasa Luar dan Aeronautika Amerika Serikat) memperingatkan akan terjadi tsunami Matahari yang menghantam Bumi. Tsunami Matahari itu diperkirakan akan melanda Kutub Utara dan Kutub Selatan, kemarin, berupa aurora atau cahaya berwarna-warni seperti pelangi di langit. Namun, hingga berita ini diturunkan belum diketahui dampaknya.

[Image: dancingprom.gif]

Ilmuwan juga mengkhawatirkan tsunami Matahari itu akan merusak satelit-satelit yang berada di sekitar Planet Bumi. Jika hal itu benar-benar terjadi, sistem komunikasi di Bumi akan kacau.

Menurut para ilmuwan, seperti dilansir situs http://www.telegraph.co.uk, tsunami Matahari itu dari ledakan besar di permukaan Matahari. Ledakan yang terjadi pekan lalu itu terekam sejumlah satelit, termasuk stasiun pemantau Matahari milik NASA, Solar Dynamics Observatory.

Karena begitu besarnya ledakan tersebut, hal itu tidak bisa ditahan gravitasi Matahari. Energi ledakan itu diperkirakan meluncur dan dampaknya mencapai planet kita. Gelombang energi itulah yang digambarkan seperti sebuah tsunami yang melintasi angkasa dengan jarak 93 juta mil dan bergerak menuju Bumi. "Ledakan itu menuju ke rumah kita (Bumi)," ujar Leon Golub, ilmuwan dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA). Saat menanggapi hal itu, Kepala Lembaga Pener bangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Adi Sadewo Salatun mengatakan tsunami Matahari tidak berdam pak langsung terhadap negara-negara di daerah-daerah tropis atau ekuator seperti Indonesia.

Biasanya, jelasnya, yang terkena dampak langsung akibat ledakan Matahari itu adalah negara-negara di sekitar kutub seperti Kanada. Dampak itu umumnya berupa gangguan sistem komunikasi.

Adi menjelaskan dampak itu bisa terjadi lantaran partikel Matahari dan gelombang elektromagnetik dari tsunami Matahari akan terlebih dahulu melewati kutub medan magnet Bumi, yakni Kutub Utara dan Selatan.

"Untungnya, dari pantauan Lapan selama ini, medan magnet Bumi masih bagus. Sebab itu, masyarakat Indonesia tidak usah panik. Ini fenomena rutin semata," kata Adi.

Kepala Pusat Pemanfaatan Sains An tariksa Lapan Sri Kaloka menambahkan, fenomena rutin itu terjadi 11 tahun sekali dan terakhir kali pada Mei 1998.

Saat itu, terjadi gangguan komunikasi dari satelit milik Kanada dan AS karena pergeseran satelit akibat partikel Ma tahari dan gelombang elektromagnetik di luar angkasa yang menuju kutub medan magnet Bumi.

"Yang agak riskan jika partikel Matahari dan gelombang elektromagnetik itu masuk ke ionosfer sehingga dapat mengganggu gelombang elektromagnetik yang biasa dipakai untuk televisi."




0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Anda tinggalkan komentar anda,

Jika anda ingin meng'copy paste silahkan saja, karena ilmu adalah milik Allah SWT, Hanya saya meminta anda untuk menampilkan Link Sumber

Trimakasih Telah berkunjung, Salam Blogger

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites